BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah
Dasar mengarahkan siswa untuk memiliki kemampuan berbahasa yaitu: menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan menulis di SD, siswa diharapkan agar
dapat menulis secara efektif dan efesien berbagai jenis karangan dalam berbagai
konteks (Depdiknas, 2006).
Menulis sebagai salah satu dari empat
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang
diajarkan di sekolah dasar, merupakan sarana yang penting dikuasai siswa agar
dapat mengungkapkan gagasan pendapat, pengalaman, dan perasaan dengan baik.
Penguasaan keterampilan menulis mutlak
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya pembelajaran
menulis karangan kurang perhatian yang serius. Pembelajaran menulis di SD
sering kurang ditangani dengan baik. Kalaupun ada pelaksanaannya kurang
sistematis. Guru hanya memberikan sebuah judul karangan yang harus dibuat oleh
siswa dengan banyak lembar atau paragrap tertentu.
Menulis dapat dianggap sebagai proses
ataupun suatu hasil. Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang utnuk
menghasilkan sebuah tulisan. Menghasilkan karya tulis, yang kemudian dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran atau diserahkan kepada seorang sebagai
bukti karya ilmiah yang kemudian akan dinilai, menuntut seorang penulis
memahami betul arti kata menulis. Seorang penulis yang memahami dengan
baik makna kata menulis akan betul-betul peduli terhadap kejelasan apa
yang ditulis, kekuatan tulisan itu dalam mempengaruhi orang lain, keaslian
pikiran yang hendak dituangkan dalam tulisan, kepiawaian penulisan dalam
memilih dan mengolah kata-kata. Seorang penulis yang paham betul akan
konsekuensi sebuah tulisan pasti akan mempertimbangkan respon yang akan diperolehnya
jika tulisannya dibaca orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Pengertian pembelajaran bahasa Indonesia dengan focus menulis?
2.
Bagaimana
mengembangkan strategi pembelajaran menulis dengan model proses menulis?
3. Bagaimanakah Pelaksanaan Pembelajaran Menulis?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian pembelajaran bahasa Indonesia dengan focus menulis.
2. Untuk
mengetahui pengembangan strategi pembelajaran menulis dengan model proses
menulis.
3. Untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran
menulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
pembelajaran bahasa Indonesia dengan focus menulis
Kemampuan menulis bukanlah kemampuan
yang di peroleh secara otomatis. Kemampuan itu bukan dibawa sejak lahir.
Melainkan diperoleh melalui tindak pembelajaran. Seseorang yang telah
mendapatkan pembelajaran menulis pun belum tentu memiliki kompetensi menulis
yang andal tanpa banyak latihan menulis.
B.
Strategi
Pembelajaran menulis dengan model proses menulis
Menulis adaalah
keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan
suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis
keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat,
melainkan juga mengembangkan dan
menuangakn pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.
Sebagai suatu proses,
menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat dipahami dan dipelajari.
Menulis sebagai suatu proses mengandung makna bahwa menulis terdiri dari
tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah pramenulis (prewriting),
penyusunan dan pemaparan konsep ( drafting), perbaikan (revsing),
penyuntingan (editing), dan penerbitan (publisihing) (Tompkins,
1997:10).
1.
Pramenulis (prewriting)
Pada tahap pramenulis siswa berusaha
mengemukakan apa yang akan mereka tulis. Dalam hal ini guru dapat menggunakan
berbagai strategi untuk membantu siswa memilih tema dan menentukan topik
tulisan. Topik tulisan sangat menentukan lancarnya proses menulis. Tema harus
sesuai dengan minat dan skemata siswa.
Untuk mengatasi hal itu guru dapat
melakukan kolaborasi melalui curah pendapat sehingga dapat melahirkan tema dan
topik tulisan yang sesuai dengan minat dan keinginan mereka. Selain dengan
curah pendapat juga dapat dilakukan dengan membaca atau menelaah bentuk
tulisan.
2.
Menulis Konsep (drafting)
Tahap ini siswa mengroganisasikan dan
mengembangkan ide yang telah dikumpulkannya lewat kegiatan curah pendapat dalam
bentuk draft kasar. Untuk membantu siswa mengembangkan ide dan menyusun konsep
tulisannya, dapat dilakukan dengan pemberian chart struktur cerita
sebagai media untuk menuangkan semua ide yang dimilikinya. Hal ini bertujuan
agar siswa tidak ragu-ragu, karena pada tahap berikutnya akan diperbaiki, diubah,
dan disusun ulang.
3.
Merevisi (revising)
Pada
tahap perbaikan siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah,
mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan dengan penggarapan
struktur cerita yang telah ditulisnya.
4.
Mengedit (editing)
Penyuntingan merupakan tahap
penyempurnaan tulisan yang dilakukan sebelum dipublikasikan. Pada tahap ini
siswa menulis kembali daftar cerita yang telah dibuatnya melalui pengerjaan chart
sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada tahap ini siswa
memperbaiki kesalahan yang bersifat mekanis berkaitan dengan ejaan dan tanda
baca.
5. Publikasi (publisihing)
Setelah
semua tahap terlewati, maka sebagai tahap akhir adalah tahap publikasi. Siswa
mempublikasikan hasil tulisannya melalui kegiatan berbagai hasil tulisan cerita
(sharing). Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan penugasan untuk
membacakan hasil karangan atau ditempel pada majalah dinding sekolah atau di
depan kelas.
C.
Pelaksanaan Pembelajaran Menulis
Dilihat dari prosesnya, pembelajaran
menulis menuntut kerja keras guru untuk membuat pembelajarannya di kelas
menjadi kegiatan yang menyenangkan, sehingga siswa tidak merasa “dipaksa” untuk
dapat membuat sebuah karangan, tetapi sebaliknya, siswa merasa senang karena diajak
guru untuk mengarang atau menulis. Berikut ini Anda dapat mempelajari beberapa
kiat yang dapat digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran menulis sebagai
suatu proses, yaitu :
1. Langsung menulis, teori belakangan
Menulis itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan,
bukan sebagai ilmu. Sebagai keterampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan,
dan latihan. Sebagai ilmu komposisi, menulis mengajarkan ada sekian jenis
paragraf dengan contoh - contohnya, ada sekian macam deskripsi, sekian macam
narasi, sekian macam eksposisi dan masing - masing disertai dengan contoh -
contohnya. Ada kalimat inti dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak membuat
siswa dapat menulis. Terlalu banyak aturan akan membuat siswa gamang untuk
menulis. Menulis dapat dimulai tanpa harus tahu tentang teori - teori menulis.
Seseorang yang ingin belajar menulis langsung saja terjun ke dalam kegiatn
menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal – hal yang sederhana tanpa
harus mempedulikan apakah tulisannya memenuhi persyaratan komposisi atau tidak.
Tulisan yang dibuatnya harus selesai semua. Ia boleh menulis bagian mana saja
yang disenanginya dan melanjutkannya kapan saja dan di mana saja. Artinya,
penyelesaian karangan itu tidak terbatas pada jam sekolah.
2. Mulai dari manapun boleh
Tidak ada satu titik awal yang pasti
dari mana pelajaran menulis harus dimulai. Guru memulai pelajaran ilmu bumi
dengan membawa sebuah kompas ke kelas, menunjukkan arah mata angina,
menggambarkan kelas itu sambil menghadap ke utara, menentukan tempat duduk para
siswa di kelas yang digambarkan itu. Jadi, dalam pembelajaran sebuah ilmu ada
titik mulai yang paling logis. Tidak demikian dengan mengajarkan menulis, kita
dapat memulainya dari bagian mana pun yang kita sukai. Kita dapat memulainya
dengan mengajak siswa menulis cerita, laporan, deskripsi, puisi atau apa
saja. Perlu diingat, kata kunci dalam pembelajaran menulis adalah mengajak
siswa menulis, bukan mengajarkan menulis. Dengan menggunakan kata
kunci seperti itu, siswa dapat kita bawa ke dalam situasi yang menyenangkan,
yang dapat membuat siswa mulai menulis. Kesan yang tertanam dalam diri siswa
dari kiat yang telah digunakan guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu
bahwa mengarang itu mudah.
3. Belajar sambil bercanda
Ketika seseorang menulis, apa pun
tulisannya, ia mengerahkan seluruh pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang
dimilikinya, termasuk kosakata, tata bahasa, dan sebagainya, di samping juga
hal - hal lain yang berkaitan dengan materi tulisannya, bahkan kadang – kadang
juga dengan suasana hatinya pada saat penulisan serta banyak faktor lainnya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika seseorang menulis, ia mencurahkan
seluruh kepribadiannya ke dalam tulisannya. Dengan demikian, guru harus
bertindak sangat hati - hati ketika memulai pembelajaran menulis agar
kepribadian siswa tidak tersinggung dan agar siswa tidak benci kepada guru dan
pelajaran menulis. Untuk itu, guru harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat
kelas menjadi cair, tidak tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh
dan canda yang muncul dari guru ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat
membantu bagi munculnya ide yang segar dalam setiap pelajaran menulis.
4. Pembelajaran menulis nonlinear
Tidak semua ilmu menulis perlu diajarkan
Yang penting bagi Anda bukan mengajarkan sebanyak-banyaknya bahan, tetapi
menanamkan kebiasaan dan kecintaan menulis. Adanya kebebasan
dalam menulis, berarti sebagai guru tidak perlu menetapkan bahwa siswa sekelas
harus menulis karangan yang sama dengan julul yang sama pula. Anda boleh
memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan karangannya sendiri tanpa
harus diikat dengan kalimat topik yang sama. Pelajaran menulis itu merupakan
proses nonlinear, artinya, tidak harus ada urutan-urutan tertentu dari a
sampai ke z. Proses pembelajaran menulis tidak mengenal urutan seperti itu
sebab kegiatan menulis merupakan proses yang berputar - putar dan berulang -
ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah menjadi soal jika materi yang sama
diberikan dua atau tiga kali sebab dalam setiap pengulangan akan selalu ada
perubahan, di samping dengan sendirinya akan berlangsung pula proses - proses
internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang akan menghasilkan kebiasaan dan
keterampilan yang semakin lama semakin menuju ke tingkat yang lebih sempurna
pada diri siswa.
5. Berbicara meniru mendengarkan,
menulis meniru membaca
Setiap guru bahasa selalu ingat bahwa
ada empat keterampilan pokok dalam berbahasa, yaitu mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis. Sebaiknya juga diingat bagaimana
kita pada umumnya mempelajari keempat keterampilan itu, terutama mendengar dan
berbicara dalam bahasa ibu kita sendiri.
Alam telah mengaruniai mereka kemampuan
menulis. Memang, sampai pada taraf tertentu mereka belajar menulis dengan
meniru dari bacaan sebab mereka gemar membaca. Membaca, itulah kunci
keberhasilan mereka. Sambil membaca berkembanglah bakat mereka menulis.
Sedemikian kuatnya kaitan antara membaca dengan menulis sehingga ada pendapat
yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak gemar membaca tidak akan menjadi
penulis.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keterampilan menulis bukan merupakan
kemampuan yang otomatis yang di bawa sejak lahir. Kompetisi menulis yang handal
hanya dapat di capai dengan jalan banyak menulis.Desain pembelajaran menulis
dengan model proses menulis dapat dikembangkan secara prosedural dengan cara pada
waktu pramenulis siswa membaca cerita fiksi dilanjutkan curah pendapat isi
cerita antarsiswa, pada tahap menulis konsep, siswa menuliskan gagasannya tanpa
intervensi guru dan siswa tidak harus takut salah.
Dalam proses pembelajaran peran guru
sangat besar. Guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang memungkinkan
siswa aktif berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis. Jadi, yang di maksud
dengan pembelajaran bahasa Indonesia dengan focus menulis adalah pembelajaran
bahasa Indonesia yang di pusatkan atau bertumpu pada kegiatan latihan menulis.
B.
Saran
Dengan kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran
menulis pada mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar harus di sikapi
oleh semua kalangan pendidikan agar berusaha untuk memperbaikinya. Bagi semua
kalangan pendidikan, meningkatkan kemampuan adalah tuntutan yang tidak bisa di
hindari untuk menghadapi persaingan dan perubahan dunia yang sangat cepat.
Menampilkan pembelajaran yang menggairahkan, menerapkan metode-metode, dan
model pembelajaran, dapat memotivasi mereka dalam mencapai prestasi yang lebih
baik.
Kepala sekolah Sebaiknya memberikan
peluang dan dorongan kepada guru-guru untuk melakukan kegiatan kreatif dan
inovatif dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah. Sekolah harus mau melengkapi buku-buku
sebagai sumber bacaan bagi siswa terutama buku-buku cerita fiksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar