Kamis, 28 Mei 2015

Pendidikan Kewarganegaraan Sejarah Dukuh Badag oleh IPA 2

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya masyarakat desa masih mempertahankan kondisi adat istiadat dan social budaya masyarakat setempat.
 Budaya menentukan struktur masyarakat dengan mempengaruhi pembangunan lokasi jalan dan pusat-pusat desa. Budaya juga dapat mempengaruhi kegiatan mereka. Budaya kelompok telah berinteraksi dengan lingkungan alam, memanipulasi dan mungkin mengubah dan kadangkadang memodifikasi tradisi mereka dalam menanggapi hal tersebut. Kegiatan tersebut tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, yang pada umumnya dengan memberdayakan masyarakat desa setempat. Kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan mempertahankan potensi desa yang ada, misalnya dengan mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. Kesejahteraan masyarakan dapat dilihat dari pendapatan desa. Pendapatan asli yang dihasilkan dapat berasal dari hasil usaha desa, kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah desa dukuhbadag?
2.      Apakah nilai-nilai yang berkembang di masyarakat desa dukuhbadag?
3.      Bagaimana tata pemerintahan dan adat istiadat yang berkembang di dukuhbadag?
4.      Apakah permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat dukuhbadag?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui sejarah desa dukuhbadag
2.      Untuk mengetahui nilai-nilai yang berkembang di masyarakat desa dukuhbadag
3.      Untuk mengetahaui tata pemerintahan dan adat istiadat yang berkembang di dukuhbadag
4.      Untuk mengetahui permasalahan yangb yang terjadi di dukuhbadag
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Desa Dukuhbadag
Dahulu kala pada waktu masa Kerajaan Mataram, disuatu tempat atau wilayah ada sebuah Padepokan yang penduduknya hanya beberapa penghuni saja. Di padepokan tersebut kehidupan masyarakatnya di pimpin oleh 2 (dua) tokoh saudara, yaiu :
1.   Ki Buyut Wisa Merta
2.   Ki Buyut Merta Wisa
Dua orang tokoh tersebut merupkan Pengembara yang berasal dari daerah Gunung Puteran (sekarang Capar). Padepokan artinya sebuah tempat yang dihuni manusia dengan segala kegiatannya. Sekarang tempat itu disebut Depok berada di sebelah barat Desa Dukuhbadag.
Pada waktu itu wilayah Depok merupakan wilayah kurang subur dan selalu terkikis oleh aliran sungai/kali Cikaro, sehingga Padepokan mengalami pergeseran tempat, semakin ke utara, dan oleh sebab sering bergeser maka tempat tersebut sekarang dinamakan blok Keser.
Setelah dua tokoh sebagai pimpinan Padepokan yaitu Buyut Wisa Merta dan Buyut Merta Wisa meninggal kelompok masyarakat tersebut pindah ke sebuah lokasi yaitu bernama Golampit atau sering disebut Dukuh Turi (karena banyak pohon Turi). Di wilayah inilah pertumbuhan penduduk makin bertambah, dengan banyak pendatang dari daerah Pantura (Pantai Utara) yang konon kabarnya di daerah asalnya situasi keamanan sangat gawat. Sehubungan dengan pertambahan jumlah penduduk, pelebaran wilayah mulai merambah ke tempat yang lebih rata dan dianggap cukup sehat sehingga membentuk suatu perkampungan dengan nama CISAHAAT dan penyebutannya lama kelamaan berubah menjadi CISAAT, hal ini dikaitkan dengan aliran sungai Cikaro yang mengalir ke daerah tersebut yang setiap musim kemarau Sungai Cikaro benar-benar kering atau saat. Setelah membentuk perkampungan dengan jumlah warga makin bertambah diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin kampung Cisaat yang bernama MAYA KERTI.
Seiring dengan pertumbuhan kampung Cisaat, pada waktu itu terjadi pembagian daerah perbatasan yang dilakukan oleh Kerajaan Gebang yang ratunya bernama Ratu Aria Sutajaya Upas.
Kampung Cisaat merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Gebang, kemudian diangkatlah Maya Kerti sebagai Ngabeui, yaitu jabatan setaraf Kuwu yang mempunyai kewajiban menyetor upeti setiap tahun.
Selang beberapa tahun kemudian Maya Kerti jatuh sakit dan penyakitnya cukup berat yang berakibat tubuhnya cacat sehingga Maya Kerti merubah namanya menjadi Maya Taruna (Bapak Maya yang penuh cacat). Dalam rangka menjalankan kewajibannya untuk memberikan upeti ke Ratu Gebang, Maya Kerti yang berubah nama menjadi Maya Taruna melaksanakannya secara langsung dikarenakan tidak boleh diwakilkan kepada orang lain. Sehingga ketika menghadap Ratu Gebang, Maya Kerti berangkat dengan menggunakan Tandu. Dari kejadian inilah Buyut Maya Kerti dijuluki oleh Gusti Sinuhun Aria Sutajaya Upas dengan julukan Ngabeui Tandu Maya, yang pengucapannya lama kelamaan berubah menjadi Tanu Maya (tercatat dalam sejarah sebgai Ngabeui Pertama Desa Dukuhbadag).
Perkembangan jumlah penduduk semakin bertambah dan penambahan perkampungan terjadi, apalagi dengan datangnya pendatang baru dari daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sebutan Buyut Jawa. Datang bersama rombongan Nini Gendel (sebutan karena rambutnya gendel/gimbal) dan tinggal membentuk perkampungan baru yang bernama kampung Maja (sampai sekarang tempat tersebut tidak berganti nama). Penambahan kampung berikutnya terjadi dengan adanya seorang pertapa terkenal bernama Aki Dukuh. Bersama pengikutnya ia membuat pondoknya disebelah utara Kiara Padung dan membuat perkampungan dengan nama Kampung Karangsari (sampai sekarangpun nama kampung tersebut tidak pernah berubah).
Proses kegiatan kehidupan masyarakat berjalan dengan baik sehingga perambahan demi perambahan dalam memperluas perkampungan kerap terjadi. Disebelah utara perkampungan Karangsari ada suatu pelataran yang cukup resik dan luas hal ini diakibatkan oleh endapan lumpur dan bebatuan yang terbawa arus sungai Cijangkelok. Hal tersebut membawa dampak dan daya tarik tersendiri bagi warga perkampungan untuk pindah dan menetap pada areal baru itu tersebut.
Diceritakan setelah perkampungan baru terbentuk, ada seorang petani tembakau yang cukup berhasil dan terkenal akan rasa dan aroma tembakaunya. Ada keunikan dalam mengolah hasil panennya, yaitu dalam memotong daun tembakau yang sudah dipanen. Beliau memakai cara dipotong/diiris besar-besar (badag-badag), tidak seperti lazimnya petani yang lain memotong/mengiris dengan cara lembut atau tipis-tipis.
Saking terkenalnya orang tersebut maka irisan daun tembakau yang besar-besar membawa perkampungan tersebut dengan julukan Dukuhbadag.
Pertumbuhan penduduk sangat cepat mengalami penambahan dan perkampungan baru yang disebut Dukuhbadag sangat nyaman dan strategis sehingga timbul kesepakatan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari kampung Cisaat ke kampung Dukuhbadag. Setelah Dukuhbadag menjadi pusat pemerintahan dikala itu, maka atas restu sinuhun Ratu Gebang diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin yaitu Ngabeui Brajadigiri.
B.     Nilai-Nilai yang berkembang di desa dukuhbadag
1.      Nilai religius
Pada dasarnya nilai religi yang berkembang di masyarakat dukuhbadag sangatlah baik, diantaranya program-program keagamaan yang berkembang yaitu majelis ta’lim yang dilaksanakan setiap hari jum’at yang bertempat di mesjid-mesjid.
Majelis ta’lim ini berkembang di dua tempat di pusat desa yang berada di mesjid Al-hidayah dan mesjid Blok III karangsari. Majelis ta’lim ini di ikuti oleh sebagian besar ibu-ibu. Selain yang di ikuti ibu-ibu ada juga kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh anak-anak yaitu madrasah diniyah (MD) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). MD dan TPA ini banyak di ikuti oleh anak-anak Sekolah Dasar.
Selain itu ada juga kegiatan keagamaan yang lain yaitu santapan rohani yang biasasanya di laksanakan setiap malam minggu serta peringatan-peringatan Maulid Nabi besar Muhammad SAW, dan Isra Mi’raj yang di selenggarakan di mesjid dan langgar-langgar.
2.      Nilai Gotong royong
Gotong royong yang dilakukan masyarakat masih sangat kental, seperti pembuatan jalan-jalan atau perbaikan jalan-jalan yang di lakukan oleh seluruh komponen masyarakat. Seperti halnya program PNPM mandiri membuat tanggul untuk antisipasi bencana banjir, semua masyarakat kiprah melaksanakan kegiatan tersebut. Apabila ada satu orang warga yang tidak mengikuti kegiatan tersebut maka warga tersbut akan di denda dengan sejumlah uang.
Hasil dari kegiatan gotong royong ini terlihat dari sejumlah jalan yang tidak lagi berlubang yang seringkali menyebabkan kecelakaan, bencana banjirpun tidak lagi menghantui masyarakat karena adanya tanggul antisipasi banjir.
3.      Nilai Kebudayaan
Nilai kebudayaan yang berkembang di dukuhbadag yaitu seni sintren. Sintren adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren asal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib).
Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.
Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.
“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.
Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, sini sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang memcari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.
Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, pabuaran, Cikulak, Leuweunggajah dan desa lainnya.
Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta KecamatanKarangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum).
“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurug itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik punya rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.
Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama irama gamelan.
“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribasdi sintrennya, terutama musibah. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya”.
4.      Nilai keharmonisan dan Kekeluargaan
Hubungan manusia dengan tuhan atau keharmonisan terlihat dari kehidupan keagamaan yang berkembang di dukuhbadag serta hubungan manusia dengan manusia ataupun lingkungan, hubungan dengan manusia ini terlihat dari warga masyarakat yang saling membantu antara tetangga misalnya dalam pembuatan rumah, hajat pernikahan ataupun sunatan tetangga saling mebantu tanpa mengharapkan imbalan gaji atau upah.
Sedangakn hubungan manusia dengan lingkungan yaitu dengan upaya masyarakat untuk melakukan penanaman 1000 pohon untuk menutup lahan-lahan atau hutan yang gundul akibat dari ada penebangan liar.
5.      Semangat juang
Warga masyarakat sangat berperan sekali ketika melaksanakan perayaan HUT RI mereka semua senantiasa merayakan dan meramaikan HUT RI ini dengan berbagai kegiatan seperti perlombaaan antar kampung yang ada di masyarakat ataupun perlombaan antar desa yang diadakan oleh kecamatan.
Desa dukuhbadag ini senatiasa menjadi peserta dan memenangnkan perlombaan ini seperti Posyandu dahlia menjadi pemenang dalam perlombaan antar desa yang diadakan oleh kecamatan dan perlombaan lain yang diadakan oleh Kecamatan.
C.    Tata Pemerintahan, pantangan, dan tempat keramat
a.       Tata pemerintahan
Dukuhbadag telah menjadi wilayah pemerintahan setingkat desa, dan tata pemerintahan dipimpin oleh seorang Ngabeui di bantu oleh junjang karawatnya diantaranya :
1.      Bertugas mengurus pertanian
2.      Bertugas mengurus pembangunan
3.      Bertugas mengurus keamanan
4.      Bertugas sebagai juru catur (ahli bicara)
Juru catur inilah yang kerap menyampaikan laporan ke kuwu-kuwu kordinator jaman Belanda yang disebut kuwu Aris, dan menyambut kedatangan Sang Tumenggung yang sewaktu-waktu datang ke wilayahnya.
Peralihan kekuasaan Ngabeui ke Dukuhbadag menjadi duri bagi Tanu Maya, sebagai yang berkuasa, ia merasa direbut kekuasaannya oleh Ngabeui Brajadigiri. Akhirnya kedua tokoh  sakti  tersebut  sepakat  untuk   mengadu   kesaktian   dalam   rangka  menyelesaikan sengketa kekuasaan tersebut.
Dalam mengadu kesaktian akhirnya Tanu Maya merasa tidak kuat untuk meladeni kesaktian Ngabeui Brajadigiri. Selesaikah perengketan antara Ngabeui Brajadigiri dan Tanu Maya? Ternyata tidak, setelah merasa tidak kuat meladeni kesaktian Ngabeui Brajadigiri, Tanu Maya mengundang para tokoh sakti dari luar daerah dan hal tersebut diketahui oleh Ngabeui Brajadigiri. Ngabeui Brjadigiri tidak mempedulikan bahkan sampai para tokoh dari luar daerah ditantangpun ia tidak mempedulikannya. Pada akhirnya terjadi pertarungan adu kesaktian Ngabeui Brajadigiri dengan para tokoh sakti tersebut.
Nafsu, murka, dengki selalu menyelimuti hati manusia, saking susahnya mengalahkan kesaktian Ngabeui Brajadigiri dengan cara ksatria, maka para tokoh sakti dari luar daerah melakukan perlawanan dengan cara keroyokan. Hingga akhirnya takdir tak dapat dihindari, pepatah mengatakan walau manusia sesakti apapun pasti ada sisi kelemahannya, begitupun dengan Ngabeui Brajadigiri gugur secara ksatria di medan laga.
Pada waktu wafatnya ada suara tanpa jirim (wujud) yang berbunyi : “LAMUN ANJEUN LALAKI, YEUH GEURA UDAG KAULA DIDIEU”, suara tersebut terdengar jelas diatas bukit sebelah selatan Dukuhbadag sehingga tempat tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir Ngabeui Brajadigiri. Dan pada akhirnya tempat tersebut terkenal dengan Makam Buyut Ngabeui.
Pasca wafatnya Ngabeui Brajadigiri, Tanu Mya berupaya untuk dapat menguasai kembali wilayah Dukuhbadag, tetapi apa hendak dikata Tanu Maya gugur dalam pertumpahan darah yang dilakukan oleh pihak keluarganya sendiri. Beliau dimakamkan di perkampungan Cisaat (sekarang Makam Buyut Tanu Maya).
Selang beberapa lama dari perebutan kekuasaan situasi berubah total dengan datangnya Kerajaan Portugis sebagai tuan baru di bumi pertiwi.
Dengan datangnya Portugis ke bumi pertiwi banyak perubahan yang terjadi. Perubahan yang mencolok pada masa itu adalah dirubahnya sebutan pimpinan diwilayah setingkat desa dengan sebutan kuwu, dan dibantu oleh aparat lainnya.
Kuwu pertama yang diangkat pada jaman itu adalah Bapak ARGADIWANGSA. Beliau  diangkat atas dasar kesepakatan masyarakat Desa Dukuhbadag yang meliputi empat perkampungan, diantaranya ; Cisaat, Maja, Karangsari dan Dukuhbadag.
b. Kepercayaan tabu/pantangan
a).  Tabu Kambing/Domba
Tabu adalah kata lain dari pantangan. Pada jaman dulu di Desa Dukuhbadag sangat tabu memelihara sejenis hewan kambing atau domba. Tidak saja memelihara, membawa dagingnya pun seperti sate kambing atau masakan yang ada daging kambingnya tidak diperbolehkan. Bila pantangan tersebut dilanggar konon kabarnya malapetaka akan terjadi, bahkan bukan hanya menimpa orang yang melanggarnya saja, tetapi melapetaka tersebut akan menimpa wilayah Desa Dukuhbadag secara keseluruhan.
Malapetaka yang diyakini sering terjadi diantaranya, kebakaran, angin topan, banjir, rajapati dan lainnya. Kejadian demi kejadian dari bencana yang dialami selalu dikaitkan dengan tabu atau pantangan desa, sehingga masyarakat pada umumnya sangat mempercayai hal tersebut.
b). Tabu Hahapitan
Hahapitan berasal dari kata Hapit yang berarti jepit atau terjepit. Tabu ini bisaa dikenakan pada tempat tinggal, sawah dan lainnya. Contoh Si A dan Si B adalah saudara, baik saudara kandung atau bukan. Rumah Si A bergandengan dengan Si B. Jika antara rumah Si A dan Si B ada yang menghalangi oleh rumah Si C atau pekarangan kosong, hal inilah yang disebut dengan Hapit. Cara penyelesaiannya yaitu di atur supaya Si C mau pindah ke rumah Si B dengan harapan Si A dan B tidak lagi terhalangi lagi. Bila hapit tetap tak dapat atur maka segala kejadian dalam kesulitan hidup, bencana keluarga selalu saja dikaitkan dengan hahapitan tersebut.
c). Tabu Nincak Balabar
Nincak Balabar merupakan pantangan yang cukup di hindari oleh masyarakat Desa Dukuhbadag. Kata balabar merupakan arti dari garis keturunan, turun temurun. Asal kejadian nincak balabar merupakan perbuatan karuhun/turunan sebelumnya yang bisaanya di akibatkan karena tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, sehingga sembarangan membuat wangsit/supata yang diberlakukan sampai dengan anak cucunya yang tidak tahu apa-apa.
c.       Tempat keramat
Tempat keramat adalah tempat yang dipercaya ada mahluk halus yang tinggal di tempat tersebut dan juga mempunyai latar belakang sejarah dari sebuah lingkungan atau wilayahnya.
Ditempat keramat inilah masyarakat kerap ada yang sampai melakukan ritual/sesajen untuk meminta-minta bahkan bisa dikatkan melakukan pemujaan. Bisaanya setiap tempat keramat mempunyai Kuncen, baik yang bersifat terang-terangan atau secara sembunyi-sembunyi. Tempat keramat tersebut diantaranya :
a). Gunung Leutik.
Letaknya sebelah selatan Desa Dukuhbadag, menurut narasumber yang dapat dipercaya disebutkan kuncennya adalah seseorang dari keturunan Nini Gendel. Tempat ini dianggap wingit karena di gunung ini ada dedemit yang di tempatkan oleh Nini Gendel untuk menjaga keamanan kampung, yaitu Tunjang Larang, Jagang Larang dan Jagang Buana.
b). Cijajaway
Letaknya sebelah tenggara kampung Karang Sari. Tempat ini tidak dijadikan tempat pemujaan, tetapi hanya sering disambat pada waktu sesajen ketika akan diadakan pesta. Tempat ini tidak mempunyai seorang kuncen, hanya  karena pohon yang dianggap sejarahnya sudah ditebang oleh orang yang bernama Buyut Astewi, dan tempatnya dijadikan sawah. Sedangkan penghuninya adalah Prabu Wedus Kala Dusta Kalana.
c). Salimpet
Terletak sebelah timur desa Dukuhbadag, merupakan tempat pemujaan yang menjadi kuncennya :
1.      Bapak Sonadi
2.      Bapak Purwa Laksana
Penghuninya bernama Nini Salimpet. Menurut cerita rakyat yang berkembang dimasyarakat, Nini Salimpet ini suka mengganggu siapa saja yang sedang melaksanakan kariaan/pesta hajatan. Gangguan itu berupa hilangnya barang atau penganan atau apa saja, karena disembunyikan oleh Nini Salimpet diakibatkan karena si empunya hajat tidak mengirimkann sesajen ke tempat itu. Di luar hajatan pesta adalagi kepercayaan masyarakat, diantaranya bila menyimpan beras tanpa sawen maka berasnya akan diambil sebagian oleh Nini Salimpet. Menyimpan tempat nasi yang tidak berisi harus ditelungkupkan, karena bila tidak salah seorang dari sekeluarga itu akan bertindak boros, atau terlalu lahap bila sedang makan, sehingga akan mengurangi persediaan beras yang sudah diperhitungkan.
d).  Langkoyang
Tempat  ini  merupakan  makam  leluhur bekas peristirahatan Pangeran Diponegoro dalam perjalanan beliau ke Puncak Manik. Letaknya sebelah barat desa Dukuhbadag atau sebelah utara desa Cisaat, bentuknya menyerupai makam tetapi bukan makam.
e). Bujal Dayeuh
Dibawah pohon beringin tersimpan dua buah batu besar  dan yang agak kecil, dengan bentuk hampir serupa. Disinipun tidak terdapat juru kuncennya, apalagi di pusat kota/desa. Penduduk masih mempunyai rasa malu apabila diketahui orang lain. Pohon beringin itu ditebang ketika akan ada instalasi listrik pada tahun 1997. Kedua batu tersebut menghilang entah kemana. Di tempat dulu pohon beringin tumbuh kembali ditanam lagi pohon beringin dan sekarang tumbuh tetapi tidak sebesar dahulu yang pertama.
d. Adat Desa
Adat istiadat yang di  uraikan disini adalah adat istiadat yang selalu dilaksanakan di Desa Dukuhbadag dan sangat terkait dengan kepercayaan yang dianut, diantaranya:
1.      Babarit
Babarit merupakan pelaksanaan selamatan yang didalamnya terkandung sajian-sajian terhadap Ghaib yang menguasai wilayah tersebut. Bahkan pelaksanaannya dilaksanakan dijalan-jalan perapatan / lorong-lorong kecil.
Babarit mempunyai arti kata Babar tapi irit dan selalu dilakukan pada tahun baru islam (bulan Syura / Muharam)
2.      Hajat Bumi
Pelaksaan hajat bumi merupakan hal yang dianggap sacral dan mempunyai arti penting bagi keberkahan kehidupan masyarakat, sehingga secara rutin tuap tahun diadakan. Dalam pelaksanaan hajat bumi biaya dan gebyar nya cukup lebih semarak dari Babarit sebab masyarakat secara sukarela menyiapkan segala keperluan diantaranya hidangan berupa 2 porsi lengkap dengan lauk pauknya (bakakak ayam) dan cuci mulut juga makanan lainnya disiapkan secara penuh dalam sebuah tempat yang disebut Tetenong, sehingga sudah tentu memerlukan biaya yang cukup besar.  Tetap hal ini tidak membuat masyarakat merasa keberatan karena pesta adat semacam ini akan membawa berkah dari Sang Pencipta.
Hajat bumi merupakan pengejawatahan rasa syukur masyarakat dari apa-apa yang telah diperoleh dari hasil pepelakan/tetanen (hasil tani) yang semuanya hidup dan tumbuh diatas bumi, sehingga pelaksanaanya pada waktu itu dilaksanakan setelah panen dan dipusatkan di Pusat Desa (sekarang Mesjid)
3.      Ngaraya
Ngaraya disebut juga ngarayaan sebab biasa dilaksanakan pada hari raya. Dan adat ini merupakan kebiasaan muda-mudi yang berpacaran. Lebih tepatnya kunjungan pihak laki-laki bersilaturahmi ke pihak perempuan pada malam hari raya, setelah sebelumnya pada sore hari pihak perempuan telah datang terlebih dahulu ke pihak laki-laki membawa hidangan sarat Tetenong. Biasanya pihak laki-laki dalam melaksanakan Ngaraya selalu membawa petasaan untuk disulut dirumah perempuan, sehingga pada waktu itu cirri dari keluarga yang anak perempuannya sudah punya calon suami atau Bebene adalah dengan banyaknya sampah kertas pecahan dari petasan dihalamannya.
4.       Ngabakal
Adat ini sama dilakukan oleh muda-mudi yang berpacaran. Ngabakal biasanya banyak dilakukan disawah, yaitu ikut bekerjanya sang pacar pada pekerjaan keluarga kita. Umpamnya : disawah kita sedang memerlukan tenaga laki-laki untuk nyangkul, tandur untuk wanitanya. Tanpa harus disuruh oleh calon mertuanya sang pacar lalu ikut membantu mengerjakannya bahkan sering terjadi pekerjaan keluarga pasangannya tidak tahu bahwa yang menyelesaikan sisa pekerjaan disawah adalah calon menantunya dengan istilah mencuri pekerjaan.
5.      Nanyaan
Nanyaan adalah datangnya pihak keluarga pacar laki-laki ke keluarga perempuan untuk memperkuat tali silaturahmi atau memperkuat tali gadang dengan kata umum Meminang.
6.      Nyeureuhan
Nyeureuhan adalah datangnya keluarga laki-laki untuk menentukan hari perkawinan putra-putrinya, biasanya yang menghitung hari baik dari pihak laki-laki.
7.      Seserehan
Seserahan biasanya dilakukan pada acara pengantin , yaitu pada waktu pengiriman pengantik laki-laki dengan menyertakan rombongan family, sanak keluarga dan teman dari pengantin laki-laki. Rombongan seserahan ini biasanya lengkap dengan membawa barang-barang bawaan dari pihak laki-laki yang akan diserahkan kepada pengantin perempuan sebelum akad nanti. Baramng yang dibawa biasanya berupa barang-barang keperluan rumah tangga dari yang besar seperti lemari, kursi , dipan tempat tidur, sampai yang kecil misalnya piring, sendok, garpu dan lain-lain.
D.    Daftar Kepala Desa yang telah memimpin Desa Dukuhbadag dan Permasalahn Lingkungan
No
Nama Kepala Desa
Waktu Menjabat
Jml Tahun
Keterangan
1.
Buyut Tandu Maya
Th …….. s/d ..…….
2.
Ngabeui Brajadigiri
Th …….. s/d ..…….
3.
Buyut Argadiwangsa
Th …….. s/d ..…….
4.
Buyut Cadikarma
Th …….. s/d ..…….
3 Tahun
5.
Buyut Argadiwangsa
Th …….. s/d ..…….
6.
Bpk. Cakra Dimerta
1842 s/d 1872
30 Tahun
Kuwu bintang
7.
Bpk. Wiradiwangsa
1872 s/d 1886
14 Tahun
Kuwu bintang
8.
Bpk. Sacadiprana
1886 s/d 1898
12 Tahun
Kuwu bintang
9.
Bpk. Sacawinata
1898 s/d 1906
12 Tahun
Kuwu bintang
10.
Bpk. Bangsa Dipa
1906 s/d 1920
14 Tahun
Kuwu bintang
11.
Bpk. Atma Disastra
1920 s/d 1945
25 Tahun
Kuwu bintang
12.
Bpk. Marga Disastra
1945 s/d 1948
3,5 Tahun
Kuwu bintang
13.
Bpk. Sastra Wijaya
1949 s/d 1951
2,5 Tahun
Kuwu bintang
14.
Bpk. Wangsa Disastra
1951 s/d 1953
3 Tahun
Kuwu bintang
15.
Bpk. Parta Disastra
1954 s/d 1962
8 Tahun
Kuwu Hormat
16.
Bpk. Tirta Praja
1962 s/d 1970
8 Tahun
Kuwu Hormat
17.
Bpk. Praja
1970 s/d 1973
2 Tahun
Kuwu Hormat
18.
Ibu Unijah
1973 s/d 1985
8 Tahun
Kuwu Hormat
19.
Bpk. H.S. Nursidik
1985 s/d 2002
16 Tahun
Kuwu Hormat
20.
Bpk. E. Suhendriana. EK
2002 s/d 2004
2 Tahun
Kuwu Hormat
21.
Bpk. Dedy Juhendi
2004 s/d 2014
8 Tahun
Kuwu Hormat
22.

Masalah lingkungan yang sering meresahkan masyarakat adalah remi/judi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai permasalah di lingkngan keluarganya maupun pemuda yang menjadi pengangguran. Obat-obat terlarang juga sudah menimbulkan dampak yang sangat patal bagi masyarakat yaitu menimbulkan kematian seorang warga di karenakan operdosis. Selain itu minuman keras atau disebut juga dengan miras sangat meresahkan masyarakat dukuhbadag pesta miras ini biasanya dilakukan bersamaan dengan permainan judi/remi. Pencurian ternakpun seringkali terjadi didesa dukuhbadag.
Permasalahn lingkungan selanjutnya yaitu hilangnya 2 warga masyarakat dukuhbadag di karenakan hanyut terbawa air yang begitu deras ketika musim hujan tiba. Dua warga ini sampai sekarang tidak di temukan walaupun di cari sampai ke hulu sungai.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Desa Dukuhbadag mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dari setiap dusun atau kampungnya, hal ini dikarenakan karuhun dari kampung-kampung tersebut berasal dari daerah yang berbeda-beda. Desa Dukuhbadag dalam sejarah berdirinya banyak berkaitan erat dengan daerah lain. Desa Dukuhbadag adalah desa yang kaya akan adat dan budaya yang secara turun temurun sangat kuat dan terus dipertahankan. Desa Dukuhbadag dalam kehidupan masyarakatnya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan Animisme/Dinamisme yang cukup kental.
B.     Saran

Kebudayaan masyarakat hendaknya tidak merubah keyakinan masyarakat dukuhbadag tetapi menambah kecintaan terhadap Tuhan yang maha Esa. Kebudayaan atau kesenian harus dilestarikan agar menjadi ciri khas atau karakter suatu daerah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar